Selasa, 27 Januari 2009

Winnie the Witch

serial yang ditulis oleh Valerie Thomas dan diilustrasikan oleh Korky Paul ini adalah pemenang Children’s Book Award, dan sudah terjual dua juta eksemplar dari peluncuran pertamanya pada tahun 1987. Kisah dimulai dengan Winnie yang tinggal di rumah serba hitam. Dari mulai dinding sampai seprai... semuanya hitam. Winnie hanya ditemani seekor kucing bernama Wilbur—yang juga hitam. Satu-satunya yang bisa membedakan Wilbur dari ruangan dan seluruh isinya adalah matanya yang hijau. Begitu Wilbur tidur dan kelopak matanya menutup, maka ia hilang menyatu dengan rumah. Berkali-kali Winnie menduduki Wilbur secara tak sengaja. Dan itulah awal dari segala permasalahan antara Winnie dan Wilbur.Setelah terjungkal dari tangga karena menyandung Wilbur yang sedang terlelap, Winnie lalu memutuskan untuk menggunakan sihirnya, dan… ABRAKADABRA! Wilbur berubah menjadi kucing hijau. Sekarang, di mana pun Wilbur berada, ia selalu terlihat. Termasuk saat Wilbur mencuri-curi tidur di tempat peraduan Sang Penyihir. Karena tidak mengizinkan Wilbur tidur di kasur, akhirnya Winnie meletakkan Wilbur di pekarangan rumput.Masalah baru timbul. Wilbur, yang sekarang berwarna hijau, kembali tak terlihat di tengah-tengah rumput. Bahkan saat ia membuka mata sekalipun, berhubung matanya juga hijau. Winnie, bangun dari tidurnya, lantas mencari Wilbur di pekarangan. Lagi-lagi, penyihir itu tersandung kucingnya sendiri, jumpalitan tiga kali di angkasa, dan tersuruk di tanah.Kali ini, Winnie benar-benar kesal. Disambarnyalah tongkat sihir, dan… ABRAKADABRA! Wilbur berubah menjadi… warna-warni! Kepalanya merah, kupingnya kuning, kumisnya biru, badannya hijau, empat kakinya berwarna ungu, dan ekornya... pink! Winnie sangat puas. Sekarang, di mana pun Wilbur berada, baik di rumah maupun di pekarangan, ia pasti akan terlihat.Namun, Wilbur tidak mau kembali ke rumah. Ia sangat malu dengan warna tubuhnya yang tidak karuan. Ia bahkan ditertawakan oleh binatang-binatang lain. Wilbur kabur ke puncak pohon tertinggi dan tidak mau turun-turun. Pagi sampai malam, Wilbur bertahan tidak pulang.Melihat Wilbur yang menderita, Winnie pun merasa sedih. Wilbur adalah segalanya bagi Winnie. Tapi ia malah membuat Wilbur sengsara karena kehendaknya sendiri. Winnie akhirnya beringsut ke pohon tempat Wilbur bergantung, dan dengan tongkat sihirnya ia mengubah Wilbur kembali hitam. Perlahan, kucing itu kembali turun ke tanah. Bersama Wilbur yang kembali di sisinya, Winnie menghadap rumahnya yang serba hitam, mengayun tongkat sihirnya di udara, dan… ABRAKADABRA! Rumah hitamnya berubah kuning dengan atap merah menyala, sofanya berubah putih, karpetnya menjadi hijau, tempat tidurnya biru, selimutnya pink, dan kamar mandinya putih berkilau. Dengan perubahan baru ini, Wilbur dapat terlihat dengan mudah… tanpa perlu berubah.

Buku 32 halaman itu selesai didongengkan dalam sepuluh menit. Namun kesan yang tertinggal tak terukur oleh waktu. Winnie mengingatkan saya pada kita semua. Kita, yang seringkali bersikukuh untuk mengubah seseorang, memermaknya agar sempurna di mata kita, memaksanya agar muat dan tepat dalam ruang hidup kita, memangkas atau menambalnya agar bisa pas dengan kebutuhan kita, tanpa peduli bahwa apa yang kita perbuat sesungguhnya adalah siksaan bagi yang bersangkutan. Dalam penjara logika dan mental kita masing-masing, kita berpikir bahwa mengubah seseorang adalah solusi yang realistis dan humanis. Atas nama cinta dan apa pun, kita bahkan merasa bahwa kita sedang berbuat kebaikan.Namun Winnie Sang Penyihir mengingatkan kita bahwa ada satu hal penting yang sering terlupa: diri kita sendiri. Perubahan tak pernah terjadi oleh hal lain di luar kita, meski faktor eksternal bisa jadi pemicunya. Yang mampu menggerakkan perubahan sejati hanyalah kita sendiri. Seperti halnya Winnie yang luput membenahi rumahnya dan malah sibuk mengutak-atik Wilbur tanpa sadar kalau aneka sihirnya malah membuat Wilbur terdera karena menjadi sesuatu yang bukan dirinya, kita pun acap kali terlena dalam ekspektasi serta upaya untuk mengubah orang lain, dan malah lupa dengan pembenahan yang paling penting dan realistis yakni, sekali lagi, diri kita sendiri. Dan ini adalah masalah yang amat sering kita alami. Dari waktu ke waktu.Impian saya tertinggi adalah menulis buku anak-anak. Dan saya bahagia berhasil menemukan contoh yang luar biasa dari serial “Winnie The Witch”. Pesan yang begitu dalam dan bijaksana berhasil dikemas dengan indah dalam dongeng beralur sederhana dan gambar jenaka. Bukan cuma anak-anak. Kita yang dewasa pun dapat sejenak berkhayal menjadi Winnie, mengarahkan tongkat sihir ke diri kita, dan marilah kita utak-atik segala sesuatu yang perlu dibenahi, sebelum ada Wilbur lain yang terpaksa berubah jadi pelangi.

selain itu, cerita ini juga mengingatkan saya kepada sebuah pepatah yang pernah diberikan kepada teman saya mba tyas "jika kita sulit merubah lingkungan maka ubah kita atau cara pandang kita sehingga tetap positif dalam bersikap".

dalam pepatah dan cerita winnie ini saya kembali disadarkan pada kenyataan hidup bahwa kita sendirilah yang harus melakukan adaptasi dan perubahan agar dapat diterima dimanapun kita berada. kita tidak boleh menjadi manusia egois dan mementingkan diri sendiri untuk dapat diterima dalam lingkungan di sekitar kita.

marilah kita ubah cara pandang kita yang selama ini hanya cenderung mempersalahkan orang lain untuk dapat menerima kita, dengan cara kitalah yang harus berubah agar dapat beradaptasi dan diterima oleh masyarakat di sekeliling kita.

2 komentar:

  1. mbak, kok ini mirip banget sama tulisan di blog dewi lestari. sapa nyontek sapa nih??

    BalasHapus
  2. rini menjawab:
    memang saya copy ini dari blognya mba dewi. bukan untuk maksud apa-apa. tapi untuk sebagai pengingat saya bahwa untuk selalu berbuat lebih baik dari hari ini

    BalasHapus